Dampak Kembalinya Ujian Nasional dan Perubahan Kurikulum Merdeka di Indonesia

Belum lama setelah Kurikulum Merdeka diterapkan di Indonesia, muncul wacana tentang kemungkinan kembalinya Ujian Nasional (UN) sebagai alat evaluasi standar nasional. Bagi banyak pihak, isu ini menjadi sorotan karena perubahan pada sistem pendidikan bisa memengaruhi siswa, guru, sekolah, dan masyarakat secara keseluruhan. Apa dampaknya jika Kurikulum Merdeka dirubah dan Ujian Nasional kembali diberlakukan? Mari kita ulas dalam artikel ini.

Dampak pada Peserta Didik
Kurikulum Merdeka awalnya diterapkan untuk memberikan lebih banyak kebebasan pada peserta didik dalam memilih materi sesuai dengan minat dan bakat mereka. Pendekatan ini menekankan pembelajaran yang menyenangkan, fleksibel, dan mendalam tanpa tekanan standar ujian nasional. Namun, jika UN kembali, maka peserta didik akan menghadapi dua perubahan utama:

Stres Akademik yang Meningkat

Penghapusan Ujian Nasional pada tahun 2020 awalnya dimaksudkan untuk mengurangi tekanan psikologis pada siswa. Ujian Nasional yang bersifat seragam menuntut seluruh peserta didik untuk mencapai standar tertentu, terlepas dari kondisi dan lingkungan belajar mereka. Dengan kembalinya UN, tekanan dan stres akademik dapat meningkat, terutama pada siswa yang mungkin merasa kesulitan belajar dengan metode ujian berbasis pilihan ganda dan soal-soal yang menuntut pemahaman konsep secara cepat.

Pembelajaran yang Terpusat pada Hasil

Kembali diberlakukannya UN bisa menggeser fokus belajar siswa dari proses ke hasil akhir. Dalam Kurikulum Merdeka, siswa didorong untuk memahami konsep dan menguasai keterampilan hidup seperti kerja sama, komunikasi, dan pemecahan masalah. Namun, UN bisa mengarahkan siswa untuk berorientasi pada nilai, sehingga mereka cenderung menghafal materi demi nilai ujian daripada memahami konsep secara mendalam.

Dampak pada Guru dan Sekolah
Guru adalah salah satu elemen yang paling terkena dampak perubahan kurikulum. Saat Kurikulum Merdeka diterapkan, guru dituntut untuk lebih kreatif dalam menyampaikan materi dan membuat pelajaran lebih menarik. Namun, kembalinya UN dapat mengubah dinamika pengajaran guru, dengan dampak seperti:

Perubahan Metode Mengajar

Dengan adanya UN, metode pengajaran guru mungkin kembali ke gaya konvensional yang berorientasi pada penyelesaian soal dan latihan ujian. Guru bisa lebih fokus pada persiapan siswa menghadapi UN dibandingkan mengembangkan kompetensi siswa yang lebih luas sesuai tujuan Kurikulum Merdeka.

Beban Administrasi dan Evaluasi

Kurikulum Merdeka mengurangi beban administrasi guru dengan memberikan kebebasan dalam merancang materi pembelajaran. Namun, jika UN kembali, guru perlu mempersiapkan siswa menghadapi ujian ini, yang dapat meningkatkan beban administrasi dalam memonitor hasil belajar siswa secara terstandarisasi.

Kesenjangan di Sekolah Berbeda

Salah satu kritik terhadap Ujian Nasional adalah potensi menciptakan kesenjangan antara sekolah di kota dan desa. Kurikulum Merdeka berusaha untuk mengurangi kesenjangan tersebut dengan memberikan fleksibilitas pada sekolah untuk mengadaptasi kurikulum sesuai kebutuhan siswa. Namun, dengan UN sebagai standar penilaian, sekolah di daerah yang memiliki keterbatasan akses fasilitas dan teknologi dapat tertinggal.

Dampak pada Kualitas Pendidikan
Kualitas pendidikan di Indonesia kerap diukur berdasarkan hasil tes akademik. Namun, dengan kembalinya UN, banyak pihak khawatir bahwa kualitas pendidikan akan hanya dilihat dari skor siswa, bukan pada kompetensi mereka secara menyeluruh. Dampaknya adalah:

Pengabaian Aspek Non-Akademik

Kurikulum Merdeka dirancang untuk mencakup aspek non-akademik, seperti pembelajaran berbasis proyek, keterampilan hidup, dan kreativitas. Namun, UN yang berbasis nilai akademik dapat mengurangi ruang bagi aspek tersebut, sehingga pembelajaran non-akademik bisa jadi terabaikan.

Kompetisi Tidak Sehat

Kembali diberlakukannya UN dapat meningkatkan kompetisi antara siswa dan sekolah untuk mencapai skor tertinggi. Sekolah dengan performa terbaik cenderung dilihat lebih unggul, sementara sekolah yang memiliki tantangan tertentu akan dipandang kurang berkualitas. Kompetisi semacam ini dapat berdampak pada aspek moral dan psikologis siswa serta guru.

Data dan Studi Terkait Kualitas Ujian Nasional

Beberapa studi menyebutkan bahwa Ujian Nasional belum sepenuhnya mampu menggambarkan kualitas pendidikan yang merata. Sebagai contoh, menurut Lembaga Survei Indonesia, sekitar 60% siswa di Indonesia merasa stres dan tidak senang dengan adanya Ujian Nasional. Sebuah penelitian dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan juga menunjukkan bahwa Ujian Nasional kerap kali menciptakan kesenjangan antara sekolah di perkotaan dan perdesaan karena akses fasilitas yang berbeda.

Solusi dan Langkah Ke Depan

Jika pemerintah memutuskan untuk mengembalikan UN, beberapa langkah bisa dilakukan untuk meminimalisir dampak negatif:

Ujian Nasional yang Fleksibel dan Kontekstual

Pemerintah bisa merancang UN yang lebih fleksibel, seperti menggunakan soal yang bersifat kontekstual dan relevan dengan kondisi daerah masing-masing. Hal ini akan membantu mengurangi kesenjangan pendidikan antarwilayah.

Penguatan Bimbingan Konseling

Dengan meningkatnya stres pada siswa, sekolah dapat memperkuat layanan bimbingan konseling untuk mendampingi siswa dalam menghadapi ujian. Layanan ini dapat memberikan dukungan mental dan mengajarkan siswa cara mengelola stres.

Kurikulum yang Mengombinasikan Kompetensi

Mengombinasikan Kurikulum Merdeka dengan Ujian Nasional berbasis kompetensi akan membantu siswa tetap fokus pada keterampilan dasar seperti berpikir kritis dan kemampuan hidup.

Jadi bisa kita simpulkan bahawa Perubahan pada sistem pendidikan selalu membawa dampak yang besar bagi siswa, guru, dan sekolah. Kembalinya Ujian Nasional dapat memberikan tantangan dalam upaya menciptakan pendidikan yang menyeluruh dan merata. Di sisi lain, dengan pendekatan yang tepat dan perbaikan pada sistem evaluasi, UN bisa menjadi alat yang efektif untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Bagi pemerintah, penting untuk mempertimbangkan semua aspek sebelum mengambil keputusan, dengan mendengarkan masukan dari berbagai pihak dan mempertimbangkan dampak jangka panjang bagi pendidikan di Indonesia.