Mengapa Guru Selalu Salah? Menyoal Dilema Abadi Pendidikan
Oleh: M. Maswadi - (14 November 2024)
Pernahkah kita berada di titik di mana semua kesalahan di sekolah akhirnya mengarah pada satu sosok: guru? Peserta didik melompat tembok? Guru disalahkan. Siswa tidak hormat? Guru juga salah. Bahkan, jika kelas tak terkondisi dengan baik, banyak yang tak segan-segan menunjuk sang guru sebagai biang keroknya. Sungguh, di mana lagi tempat untuk menyalahkan, selain pada guru?
Sebagai seorang guru, saya memahami betul seperti apa rasanya. Guru bukanlah robot yang mampu menahan segalanya dengan sempurna. Kami menghabiskan malam-malam mempersiapkan pelajaran, hanya untuk kemudian diacuhkan di kelas. Bayangkan, setiap hari kita berdiri di depan kelas, mencoba semua metode yang ada, dari masuk ke “dunia mereka” (MDM), hingga melakukan berbagai ice breaking yang katanya akan memicu gairah belajar. Ternyata, hanya sebagian kecil yang merespon, dan sisanya? Diam seperti patung!
Tetapi lucunya, dalam situasi serba sulit ini, guru malah saling menilai satu sama lain. “Ah, dia tidak bisa mengendalikan kelas.” “Dia terlambat terus!” Padahal, apakah ada di antara kita yang ingin anak didiknya berperilaku buruk? Seolah-olah, sebagai sesama guru, kita lupa kalau kita semua berdiri di medan yang sama. Lucu bukan? Bukannya saling mendukung, kita malah menambah tekanan pada diri sendiri.
Seriusnya, ini bukan hanya tentang pendidikan yang….. ya nilai sendiri kondisi hari ini. Kita sedang berhadapan dengan generasi yang dibesarkan di tengah globalisasi dan era digital. Mereka hidup di zaman “gadget,” di mana pamer diri dan mengikuti tren dianggap lebih penting daripada nilai-nilai moral. Di tengah arus perubahan besar ini, guru tak lagi dianggap sosok yang memiliki otoritas mutlak. Lihat saja, kalau kita sedikit meninggikan suara, kita dibilang melakukan kekerasan verbal. Kalau sudah pakai ancaman nilai, mereka malah menertawakan dalam hati, “Tenang, pasti lulus juga!”
Tapi coba kita lihat dari sisi yang lebih ringan. Ketika kita bicara serius, seringkali kita lupa bahwa tak semua murid berperilaku buruk. Ada yang masih menghargai kita, yang menyapa dengan senyum di pagi hari. Mungkin saja, nasihat dari Kyai Maemun Zubair ada benarnya.
“Meski banyak murid buruk, yakinlah ada satu yang bisa membawamu ke surga.” Ah, bayangkan, satu siswa yang baik ini ibarat oase di gurun, yang membuat semua upaya tak sia-sia.
Lalu, apa yang bisa kita lakukan? Mulailah dari diri sendiri dan berhenti menyalahkan satu sama lain. Pendidikan adalah tanggung jawab bersama. Ingat, setiap anak memiliki karakter unik… ada yang penuh tantangan, ada yang penuh teka-teki, bahkan yang kadang membuat kita tertawa di tengah keputusasaan. Maka, mari kita terus mendoakan mereka, agar kelak menjadi pribadi yang sukses. Karena pada akhirnya, bukan soal siapa yang salah, tapi seberapa tulus kita mengabdikan diri dalam profesi ini